BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ilmu fiqh adalah ilmu tentang hukum syariah untuk mengetahui
hukum Allah SWT yang berhubungan dengan segala amaliah mukkalaf yang diambil
dan digali dari dalil-dalil yang jelas (tafshili). Fiqh dalam artinya yang luas
termasuk ruang lingkup syariah. Oleh karena itu, fiqh dalam kaitannya yang
sangat erat dengan ilmu tauhid dan ilmu akhlak. Di samping itu, karena ilmu
fiqh dalam arti sempit sebagai hasil dari ijtihad dan berkembang di dalam
menghadapi tantangan-tantangan zamannya, maka erat pula kaitannya dengan Ilmu
Sejarah Islam dan Sejarah hukum Islam atau Tarikh al-Tasyri.Dalam
ilmu fiqh terdapat berbagai aliran atau madzhab.
Guna
mengetahui mana yang paling maslahat untuk diterapkan, diperlakukan Muqaranah
al-Madzhab yaitu ilmu perbandingan madzhab.Dalam masyarakat manusia ini, ilmu
fiqh juga bertemu dengan sistem hukum yang lain, yaitu sistem Hukum Romawi dan
sistem Hukum Adat, maka perlu pula dipelajari prinsip kedua sistem hukum
tersebut.Oleh karena sesuatu ilmu itu berangkat dari falsafahnya, maka sudah
tentu ilmu fiqh sangat erat kaitannya dengan ilmu Falsafah Hukum Islam atau
lebih terkenal dengan nama falsafah al-tasyri’. Dengan adanya
hubungan ilmu fiqh dengan ilmu-ilmu lainnya ini dengan tujuan agar kita lebih mampu
mengkorelasikan ilmu-ilmu tersebut bahwa ilmu fiqh itu terdapat banyak hubungan
dengan ilmu-ilmu lainnya.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian ilmu fiqih?
2. Bagaimana hubungan ilmu fiqih dengan
ilmu-ilmu lainnya?
C. Tujuan
Secara umum diharapkan baik penyusun maupun pembaca dapat
lebih memahami perihal ilmu fiqh dan hubungan ilmu fiqh dengan ilmu-ilmu
lainnya.Selain itu juga tujuan penulisan makalah ini sebagai pemenuhan tugas
mata kuliah Ushul Fiqih, agar terlaksana tujuan pendidikan yang diharapkan.
D. Sistematika
Penulisan
Untuk
menjelaskan dari uraian-uraian yang terdapat pada rumusan masalah, makalah ini
dituangkan dalam sistematika penulisan yang meliputi pendahuluan, isi, atau
pembahasan, dan penutup / kesimpulan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN ILMU FIQIH
Fiqih
menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti atau paham,
sebagaimana Firman Allah SWT:
Q.S Thaha:
27-28
ö@è=ôm$#ur
Zoy‰ø)ãã
`ÏiB
’ÎT$|¡Ïj9 ÇËÐÈ
(#qßgs)øÿtƒ ’Í<öqs% ÇËÑÈ
Artinya:
“ Dan lepaskanlah
kelakuan dari lidahku.Supaya mereka memahami perkataanku ”.
Menurut
Ibnu Qayim, fiqih lebih khusus dari paham, maksudnya paham akan maksud
pembicaraan. Adapun fiqh menurut istilah Fuqaha seperti dalam Tajudin As-Subki,
adalah ilmu tentang hukum sya’ra yang bersifat amali diambil dari dalil-dalil
yang tafsili.
Menurut
Imam Ghazali Fiqih adalah hukum syar’i yang berhubungan dengan perbuatan
orang-orang mukkalaf, seperti mengetahui hukum wajib, haram dan mubah, mandub
sunnah dan makruh, atau mengetahui suatu akad itu sah atau tidak dalam suatu
ibadah “qadha” (pelaksanakan ibadah diluar waktunya) maupun ada ( ibadah dalam
waktunya ).
Jadi, ilmu
fiqih adalah ilmu untuk mengetahui hukum Allah SWT yang berhubungan dengan
segala amaliah mukallaf yang wajib, sunah, mubah, makruh, atau haram yang
digali dari dalil-dalil yang jelas ( tafshili ).
B.
HUBUNGAN ILMU FIQH DENGAN ILMU-ILMU LAINNYA
1. Ilmu
Tauhid
Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu Esa. Yang
dimaksud disini adalah mempercayai bahwa Allah SWT itu Esa. Sedangkan secara
istilah ilmu Tauhid ialah yang membahas segala kepercayaan-kepercayaan yang
diambil dari dalil-dalil keyakinan dan hukum-hukum di dalam Islam termasuk
hukum mempercayakan Allah SWT itu Esa.Ilmu tauhid adalah sumber semua ilmu-ilmu
keIslaman, sekaligus yang terpenting dan paling utama.Allah SWT berfirman :
Q.S
Muhammad : 19
óOn=÷æ$$sù
¼çm¯Rr& Iw
tm»s9Î) žwÎ)
ª!$#
öÏÿøótGó™$#ur
šÎ7/Rs%Î!
tûüÏZÏB÷sßJù=Ï9ur ÏM»oYÏB÷sßJø9$#ur 3 ª!$#ur
ãNn=÷ètƒ
öNä3t7¯=s)tGãB
ö/ä31uq÷WtBur ÇÊÒÈ
Artinya :
“Maka
ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembah, Tuhan) selain Allah
dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu’min, laki-laki
dan perempuan.Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.”
Ilmu fiqih
sangat erat hubungannya dengan ilmu Tauhid, karena sumber ilmu fiqih yang pokok
adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.[1] Mengakui
Al-Qur’an sebagai sumber hukum yang pertama dan paling utama, berangkat dari
keimanan bahwa Al-Qur’an diturunkan Allah SWT dengan perantaraan malaikat
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya.Disini ilmu fiqih sudah memerlukan
keimanan kepada Allah, keimanan kepada para malaikat, keimanan kepada
kitab-kitab Allah sebagai wahyu Allah SWT, keimanan kepada Rasul, keimanan
kepada Hari Kiamat dan keimanan kepada Qada dan Qadar.
Selanjutnya
oleh karena tujuan akhir ilmu fiqh untuk mencapai keridhaan Allah SWT di dunia
maupun di akhirat, maka sudah pasti harus yakin pula akan adanya hari
akhirat.Hari pembalasan segala amal perbuatan manusia.Seperti yang kita ketahui
aspek hukum dari perbuatan manusia ini menjadi objek pembahasan ilmu fiqih.Masalah-masalah
yang berkaitan dengan keimanan ini dibahas di dalam ilmu Tauhid.Singkatnya
hubungan ilmu fiqh dengan ilmu Tauhid seperti hubungan antara bangunan dan
fondasinya.Ilmu Tauhid merupakan fondasi yang kokoh, sedangkan bangunan yang
berdiri tegak dengan megahnya di atas fondasi yang kokoh dan kuat itulah ilmu
fiqih.
2. llmu
Akhlak
Pengertian ilmu Akhlak adalah ilmu yang mempelajari tentang
tingkah laku manusia sebagai gejala yang tampak dan dijadikan bahan kajian
dalam melihat keadaan kejiwaan manusia yang sesungguhnya berhubungan erat dengan
psikologi.
Menurut
Hamzah Ya’qub, secara terminologis ilmu akhlak adalah:
1) Ilmu yang menentukan batas antara
yang baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau
perbuatan manusia lahir dan batin;
2) Ilmu pengetahuan yang memberikan
pengertian tentang biak dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia, dan
menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
Jadi, ilmu
Akhlak adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia sebagai gejala
yang tampak yang meliputi penerapannya kepada manusia dan juga ilmu
pengetahuan, yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk suatu perbuatan
manusia.
Ilmu fiqih
tidak bisa dipisahkan dari ilmu akhlak, meskipun keduanya bisa dibedakan,
tetapi keduanya saling terkait.Pemisahan ilmu fiqih dari ilmu Akhlak secara
tajam akan mengakibatkan ilmu fiqh kehilangan keindahannya.Tanpa ilmu Akhlak,
ilmu fiqih hanya merupakan bangunan yang kosong, sunyi dan tidak membawa kepada
ketentraman dan ketenangan hati.[3] Juga
sebaliknya ilmu Akhlak tanpa ilmu fiqh dalam artinya yang luas akan menyimpang
dari ketentuan-ketentuan syari’ah.Pada gilirannya penyimpangan-penyimpangan ini
sulit untuk bisa dipertanggungjawabkan.Untuk menggambarkan bagaimana eratnya
hubungan antara ilmu fiqih dengan ilmu akhlak bisa dijelaskan dengan contoh
sebagai berikut.
Kita
mendapatkan perintah dari Allah untuk melakukan shalat.Rasulullah SAW bersabda:
“Hal pertama yang diwajibkan oleh Allah SWT atas umatku adalah sholat lima
waktu, hal pertama yang diangkat dari amalan-amalan mereka adalah shalat lima
waktu dan hal pertama yang dipertanyakan kepada mereka adalah shalat lima
waktu.” ( Kanzul ‘Ummal, jilid, hadits 18859 ).
Cara-cara
sholat ditentukan di dalam hadits, kemudian dibahas oleh para Fuqaha tentang
rukun shalat, syarat-syarat sahnya sholat dan hukum-hukumnya yang diambil dan
dipahami dari Al-Qur’an dan hadits-hadits yang banyak sekali tentang shalat dan
yang berhubungan dengan shalat. Di samping itu kita pun mendapat perintah untuk
menerapkan akhlak terpuji di dalam ibadah yaitu:
1) Khusyu dalam melaksanakan sholat
Kekhusyuan
sangat diperlukan dalam beribadah karena khusyu’ dalam shalat, berarti seorang
muslim dapat memaksimalkan komunikasinya dengan Allah SWT untuk menyenangkan
dan mencapai ridho-Nya sebagai wujud rasa syukur pada-Nya yang telah
menciptakan umat manusia, memelihara dan member kesempatan untuk hidup dan
menikmati karunia-Nya.
2) Tidak riya dalam melaksanakan ibadah
Riya ialah
melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk mencari keridhaan Allah SWT akan
tetappi untuk mencari pujian atau kemasyuran di masyarakat.
3) Tidak melalaikan shalat
Lalai
berarti mengabaikan shalat, diantaranya adalah wudhu yang tidak sempurna,
gerakan shalat (rukuk, sujud dan lain-lain yang tidak sempurna), meng-akhirkan
shalat (tidak meng-awalkannya) tanpa alas an yang dapat diterima.Orang yang
lalai dalam shalatnya maka ia akan celaka seperti yang dijelaskan dalam Firman
Allah SWT dalam:
Q.S
Al Maa’un: 4-6
×@÷ƒuqsù šú,Íj#|ÁßJù=Ïj9 ÇÍÈ tûïÏ%©!$# öNèd
`tã öNÍkÍEŸx|¹
tbqèd$y™
ÇÎÈ tûïÏ%©!$# öNèd
šcrâä!#tムÇÏÈ
Artinya:
”Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya, orang-orang yang berbuat Ri’ya.” Oleh karena itu ilmu akhlak
memberi isi kepada ilmu fiqih dan sebaliknya ilmu fiqih memberikan kerangka
pengaturan lahir agar ilmu Akhlak berjalan di atas relnya yang ditentukan.
Salah
seorang ulama besar dalam ilmu fiqih yang termasuk mujtahid fi
al-madzhab dan didalam ilmu tasawuf merupakan tokoh besar ialah Abu Hamid
Al-Ghazali yang lebih dikenal di Indonesia dengan nama Imam Ghazali. Salah satu
jasa besar dari Imam Ghazali adalah usahanya untuk mencoba mendekatkan dan
menggabungkan ilmu fiqh dan ilmu tasawuf, meskipun akhirnya
tampak kecenderungannya kepada ilmu tasawuf lebih besar dari pada ilmu
fiqh. Inilah yang menyebabkan Al-Ghazali tidak sampai kepada tingkat
mujtahid mutlak dalam bidang ilmu fiqih.
Di bawah
ini diuraikan salah satu contoh bahasan Al-Ghazali yang menunjukkan beliau
tidak meninggalkan ilmu fiqh didala Tasawufnya:
“Thaharah
itu ada empat tingkatannya. Tingkatan yang pertama: kebersihan lahir dari
hadats dan najis. Tingakatan kedua: kebersihan anggota badan dari
kejahatan-kejahatan dan dosa. Tingakatan yang ketiga: kebersiahn hati dari
ahklak-ahklak yang tercela dan sikap-sikap rendah yang dibenci. Tingkatan
keempat: kebersihan sir (rahasia) dari yang selain Allah SWT. inilah kebersiahn
para nabi dan Shiddiqin.”
Dari
contoh diatas jelas bahwa tingkatan pertama dan kedua masih dalam ruang lingkup
fiqIh, tetapi tingakatan selanjutnya merupakan bahasan ilmu tasawuf. Al-Ghazali
menekankan tercapainya tingkatan keempat, setelah memulai tingkatan pertama,
kedua dan ketiga.
Di dalam
imu fiqih gerak hati yang menjadi motivasi perbuatan seseorang adalah penting
sesuai dengan kaidah fiqh:
“Segala
macam hal itu sesuai dengan niatnya”
Singkatnya hubungan antara ilmu fiqh dengan ilmu akhlak adalah
seperti bangunan dan isi serta hiasan bangunan tersebut.Jadi, ilmu Tauhid
merupakan pondasinya yang kokoh dan kuat, ilmu fiqh merupakan bangunannya yang
megah, dan ilmu Akhlak merupakan isi dan hiasannya yang indah.
3. Ilmu
Sejarah
Ilmu Sejarah atau Tarikh memiliki tiga dimensi; masa
lalu, masa kini dan kemungkinan-kemungkinannya pada masa yang akan datang.Untuk
mengetahui bagaimana ilmu fiqh di masa lalu, bagaimana sekarang dan bagaimana
kemungkinan-kemungkinannya pada masa yang akan datang bisa ditelusuri dari ilmu
Sejarah Islam dan Sejarah Hukum Islam atau lebih dikenal dengan Tarikh
al-Tasyri’. Masa lalu dan masa sekarang memberikan data dan fakta.Data dan
fakta ini dicari latar belakangnya serta ditelusuri kandungan maknanya,
sehingga ditemukan benang merahnya yang merupakan semangat ajaran Islam pada
umumnya dan semangat ilmu fiqh pada khususnya yang berlaku sepanjang masa,
penterapan semangat ajaran ini akan berubah sesuai dengan situasi dan kondisi
masyarakat yang dihadapinya dengan tetap memperhatikan metodologi ilmu fiqh
yaitu ushul fiqh dan kaidah-kaidah fiqhiyah.Dari Tarikh al-asyri
ini akan tahu pasang surutnya ilmu fiqh dan bagaimana penterapannya di berbagai
daerah di dunia Islam ini
4. Muqaranat
al-Madzhab
Perbandingan
madzhab ini lebih tepat disebut sebagai cara mempelajari fiqih dengan
membandingkan antara satu madzhab dengan madzhab lainnya. Madzhab secara bahasa
berarti yang dilalui dan dilewati sesuatu yang menjadi tujuan seseorang,
sedangkan menurut para ulama dan ahli agama Islam, madzhab adalah metode
(manhaj) yang dibuat setelah melalui pemikiran dan penelitian sebagai pedoman
yang jelas untuk kehidupan umat, lain lagi menurut ulama fiqih. Menurut mereka,
yang dimaksud dengan madzhab adalah sebuah metodoli fiqih khusus yang dijalani
oleh seorang ahli fiqh mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih lain, yang
mengantarkan memilih sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu’. Prosesnya adalah
sebagai berikut: “Pertama kali, disebutkan masalahnya dan hukum masalah
tersebut dari setiap madzhab.Kemudian dikemukakan dalil-dalilnya dan cara
ijtihadnya yang mengakibatkan perbedaan hukum dari setiap imam
madzhab.Selanjutnya ditelaah dan dianalisis dalil-dalil tersebut dari segala
aspeknya yang berkaitan dengan penarikan hukum.Terakhir disimpulkan hukumnya
yang paling tepat.”
Cara itu
akan meluaskan wawasan kita tentang fiqih dan menambah cakrawala pemikiran
tentang cara-cara yang ditempuh oleh para Imam madzhab dalam ijtihadnya.Pada
gilirannya kita akan memiliki sikap terbuka dalam menghadapi perbedaan pendapat
para ulama.Tidak fanatik madzhab dan tidak sinis kepada madzhab.Menghargai jasa
dari karya para ulama secara wajar yang dijadikan modal untuk pedoman menuju
masa depan yang lebih baik.Sikap keterbukaan ini sangat penting dalam
menciptakan ukhuwah Islamiyah dan persatuan umat.Di samping itu mempelajari
ilmu fiqh dengan cara muqaranatul madzhab InsyaAllah kita akan mengetahui mana
di antara pendapat-pendapat itu yang lebih kuat dan mana yang lemah, bahkan
tidak mustahil akan timbul pendapat baru yang mendekatkan pendapat-pendapat
yang ada, serta mengetahui mana di antara pendapat-pendapat tersebut yang
paling maslahat untuk diterapkan dalam masyarakat.
5. Falsafah
Hukum
Ilmu fiqih berkaitan
erat dengan Falsafah Hukum, khususnya Falsafah Hukum Islam yaitu : “Satu
Falsafah tentang Syari’ah Islam yang membuahkan pengertian, pengenalan,
pengetahuan, dan penghayatan terhadap makna, kegunaan kaidah-kaidah dan
aturan-aturansyari’ah untuk mengatur kehidupan manusia sehingga
menggerakkannya untuk melaksanakan Syari’ah sebagai dasar di dalam
kebijaksanaan hidup.
Falsafah
hukum Islam juga merupakan hakikat dan tujuan hukum Islam baik yang menyangkut
materinya maupun proses penetapannya atau Falsafah yang digunakan untuk
memancarkan, menguatkan dan memelihara hukum Islam sehungga sesuai dengan
maksud dan tujuan Allah SWT menetapkan di muka bumi, yaitu untuk kesejahteraan
umat manusia seluruhnya.[4]
Falsafah
hukum Islam menjelaskan antara lain tentang rahasia-rahasia, makna, hikmah
serta nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu fiqh, sehingga kita melaksanakan
ketentuan-ketentuan Islam disertai dengan pengertian dan kesadaran yang tinggi.
Dengan kesadaran hukum masyarakat ini akan tercapai ketaatan dan disiplin yang
tinggi di dalam melaksanakan hukum dengan Falsafah hukum Islam kita bisa
membedakan mana hukum yang kekal dan tidak berubah-ubah sepanjang waktu, yang
mengarahkan kehidupan manusia seluruhnya, sehingga lenyap ketidakpastian, serta
mana yang mungkin berubah yang menjamin diperolehnya kebebasan manusia yang
bertanggung jawab di dalam hidupnya. Seorang yang mempelajari ilmu fiqh
bersamaan dengan mempelajari Filsafat Hukum Islam, akan semakin memahami dimana
letak ketinggian dan keindahan ajaran Islam, sehingga menimbulkan rasa cinta
yang mendalam kepada Sumber Tertinggi Hukum yaitu Allah SWT. Kepada sesama
manusia, kepada alam dan kepada lingkungannya dimana ia hidup.
Dengan
memahami ushul fiqh, kaidah-kaidah fiqh dan maqasidu Syari’ah sesungguhnya kita
sudah mulai memasuki sebagian Falsafah Hukum Islam.
6. Ilmu Hukum
Maksud
ilmu hukum disini adalah ilmu hukum sistem Romawi dan sistem hukum Adat. Seperti sering
terjadi, sistem hukum Islam dalam masyarakat bertemu dengan sistem hukum Romawi
dan atau sistem hukum Adat misalnya di Indonesia hukum Islam menghargai sistem
hukum lain yang telah menjadi adat kebiasaan masyarakat, selama tidak
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dengan tegas
didalam hukum Islam. Tidak bertentangan dengan identitas hukum Islam. Dalam
kaitan ini dalam hukum Islam ada kaidah:
“Adat
kebiasaan itu bisa ditetapkan sebagai hukum” [5].
Dari
kaidah tersebut bahwa hukum Islam tidak menganut sistem yang tertutup yang
menyebabkannya statis dan tidak memiliki dinamika, tetapi tidak juga menganut
sistem yang terbuka secara mutlak yang mengakibatkan hilangnya identitas ebagai
hukum Islam. Oleh karena itu dalam batas-batas tertentu ada hubungan antara
ilmu fiqh dengan ilmu hukum lainnya, terutama didalam mengamati
pengaturan-pengaturan manakah yang sama, sesuai atau tidak bertentangan dengan
hukum Islam dan pengaturan-pengaturan manakah yang bertentangan. Hal ini sangat
penting diketahui dalam rangka penerapan hukum dilingkungan masyarakat
tertentu.
Walaupun
demikian perlu diperhatikan perbedaan antara sistem hukum yang berfaham
kemasyarakatan ( sistem hukum Romawi dan Adat ) dengan sistem hukum berfaham
kewahyuan (sistem hukum Islam), Perbedaan tersebut antara lain :
a) Dalam sistem hukum faham
kemasyarakatan, hukum merupakan perseimbanan antara hak dan kewajiban yang
dapat dipaksakan penunaiannya oleh penguasa.Dalam sistem hukum kewahyuan,
keseluruhan hukum tidak hanya tidak dikukuhkan kepada hak, kewajiban dan
paksaan pengokohnya, akan tetapi juga kepada lima pengertian perhukuman, yaitu
wajib, sunnah, jaiz (halal), makrum dan haram yang mengandung pengertian
pahala, pujian, pemberian, celaan dan hukuman.
b) Dalam sistem hukum kemasyarakatan,
ada batas antara lingkungan hukum dan lingkungan kesusilaann, meksipun ada
sebagian dari lingkungan kesusilaan itu yang ditarik ke lingkungan hukum. Dalam
sistem hukum kewahyuan tidak dadakan batas lingkungan tersebut.
c) Dalam sistem hukum paham
kemasyarakatan, hukum agama hanya boleh dijalankan oleh penguasa sebatas hukum
tersebut telah dianggap hukum oleh masyarakat.Apabila belum dapat diterima oleh
masyarakat sebagai hukum, maka hukum agama disederajatkandengan kesusilaan.Sedangkan
dalam sistem hukum paham kewahyuan, hukum agama inilah yang paling utama untuk
dijalankan meskipun bertentengan dengan kemajuan manusia dalam masyarakat atau
bertentangan dengan corak, bentuk dan susunan masyarakat.
d) Dalam sistem hukum paham
kemasyarakatan, hukum itu hanya sebagian dari ciptaan kebudayaan manusia,
sehingga untuk setiap masyarakat mempunyai hukumnya masing-masing sesuai dengan
corak, bentuk, susunan, dan kebutuhan masyarakat pada waktu itu.
Dalam
sistem hukum berdasarkan paham kewahyuan, ada tiga sumber hukum anatara lain
sumber hukum itu adalah Allah, Sunnah Nabi dan ijtihad berpedoman kepada
Kitabullah dan Sunnaturrasul.Oleh karena itu dalam sistem hukum kewahyuan, ada
prinsi-prinsip hukum dan aturan yang berlaku untuk seluruh masyarakat manusia
dan untuk sepanjang waktu yang disebut dengan Fiqh Nabawi.Ada pula Fiqh Ijtihad
yang dalam batas-batas tertentu bisa berbeda antara satu masyarakat dengan
masyarakat lainnya.Fiqh Nabawi adalah hukum yang tegas dan ditarik langsung
dari Al-Qur’an atau Hadits.Sedangkan Fiqh Ijtihad adalah hukum yang dihasilkan
dari ijtihad para ulama.
Oleh
karena itu akan terjadi kesamaan di seluruh masyarkat musim di dunia ini dalam
hal hukum-kukum yang ada dalam ruang lingkup Fiqh Nabawi.
Kemungkinan berbeda antara satu masyarakat Islam dengan masyarakat Islam
lainnya dalam hukum-hukum yang ada dalam ruang lingkup Fiqh Ijtihadi bukan
dalam hal prinsip. Fiqh Nabawi menjadi unsure pemersatu dunia
muslim, sedangkan Fiqh Ijtihadi pemberi warna yang beragam
dalam dunia Islam.
Apabila
hukum Islam bertemu dengan hukum positif yaitu hukum yang berlaku dalam suatu
masyarakat tertentu, pada waktu tertentu sering terjadi penyerapan hukum Islam
oleh hukum masyarakat tertentu. Atau pergeseran dari satu hukum yang seharusnya
berlaku kepada hukum tersebut, bahkan diadakan penangguhan pelaksanaanya. Hal
serupa itu sangat tergantung kepada rasa keadilan masyarakat dan kesadaran
hukum masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu fiqih
merupakan ilmu pengetahuan yang saling berkaitan dengan ilmu-ilmu lainnya,
seperti Ilmu Akhlak, Ilmu Tauhid, Ilmu Sejarah, Muqaranat al-Madzhab, Falsafah
Hukum Islam, dan Ilmu Hukum.Karena ilmu fiqih tidak berdiri sendiri tetapi ada
pengaruh dan hubungan dari ilmu-ilmu lainnya yang akhirnya melengkapi ilmu fiqh
itu sendiri. Dan menjadikan ilmu fiqih lebih berwarna kedudukannya sebagai ilmu
Islam.
B. Saran
Mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan bagi pembaca
semuanya.Serta diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca
maupun penyusun dapat memahami lebih dalam tentang hubungan ilmu fiqh dengan
ilmu-ilmu lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Djazuli.
2005. Ilmu Fiqh. Jakarta: Kencana
Syafe’I
Rachmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: CV Pustaka Setia
Ahmad
Saebani, Beni dan Hamid, Abdul.2010.Ilmu Akhlak.Bandung: CV Pustaka
Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar