BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits
merupakan sumber ajaran islam kedua setelah Al-qur’an. Keberadaannya dalam
kerangka ajaran islam merupakan penjelas terhadap apa yang ada dalam al-Qur’an.
Peranan hadits semakin penting jika didalam al-Qur’an tidak ditemukan suatu
ketetapan, maka hadits dapat dijadikan dasar hukum dalam dalil-dalil keagamaan.
Disamping itu, hadits diamalkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan
keseharian. Dengan demikian, hadits mempunyai peranan yang sangat penting
didalam islam. Masa Rasulullah Saw. merupakan masa pewahyuan dan pembentukan
masyarakat islam. Didalamnya, hadits-hadits diwahyukan oleh nabi yang terdiri
atas perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi dalam membina islam. Keadaan
hadits terus dijaga oleh sahabat. Pada abad ke-3 sampai abad ke-5,
hadits-hadits nabi dibukukan dalam berbagai kitab dengan berbagai metode
penulisannya
Tulisan
ini akan mencoba membahas salah satu kitab hasil dari kodifikasi ulama
mutaqaddimin, sunan ibn majah. Kitab ini menarik untuk dikaji. Kajian ini akan
membahas terlebih dahulu setting historis kelahiran kitab dan sosok penulisnya,
setelah itu baru dilakukan pembahasan secara mendalamtentang kitab berikut
analisisnya. Dengan demikian tulisan ini diharapkan mampu memberikan gambaran
yang jelas tentang sunan ibn majah dan posisinya dalam kutub al-sittah
.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana biografi tentang Ibnu
majah dan Sunan Abu Daud?
2. Metode apa yang digunakan Ibnu majah
dan Sunan Abu Dauad?
3. Bagaimana penilaian para ulama
tentang Ibn Majah dan
Sunan Abu Daud?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Ibnu Maja
Nama lengkapnya adalah abu Abdullah
Muhammad bin Yazid Al-Qazwini, lahir di Qazwin salah satu kota di Iran
pada tahun 207 H/824 M. Ib, beliau dikenal sebagai ahli hadis yang banyak meriwayatkan
sabda sabda nabi SAW, beliau mulai belajar sejak usia remaja, namun baru mulai
menekuni dibidang ilmu hadis pada usia 15 tahun, bakat dan minatnya dibidang
hadis makin besar, hal inilah yang membuat ibnu Majah berkelana kebeberapa
daerah dan Negara guna mencari, mengumpulkan dan menulis hadis puluhan Negara
dia kunjungi antara lain Ray (Teheran), Basrah, kufah, Bagdad, khurasan,
suriyah, Mesir. Dengan cara inilah beliau dapat menghimpun dan menulis puluhan
bahkan ratusanhadis dari sumber sumber yang dipercaya keshahihannya, tidak
hanya itu dalam berbagai kunjungannya dia juga berguru pada banyak ulama’
setempat, seperti Abu bakar bin abi syaubah, sepanjang hayatnya beliau telah
menulis puluhan buku baik dalam bidang hadis, sejarah, fiqih, maupun tafsir,
seperti tafsir alqur’anul karim, at-tarikh karya sejarah yang memuat bigrafi
para perawi hadis sejak awal hingga kemasanya
yang menjadi popular dikalangan muslim, karya beliau adalah kitab sunan
ibnu majah di bidang hadis, beliau telah meriwayatkan sedikitnya 4000 hadis,
didalam kitab hadis tersebut juga membahas masalah akidah dan muamalah atas
ketekunan dan kontribuisinya dibidang ilmu ilmu islam itu, khususnya disiplin
ilmu hadis, banyak ulam’ yang kagum dan
membahasnya sebagai salah seorang ulama’besar islam yang disepakati tentang
kejujurannya.
Ibn Majah hidup pada masa
pemerintahan Dinasti Abbasiyah yakni pada masa pemerintahan Khalifah al-Makmun
(198 H/813 M) sampai akhir pemerintahan Khalifah al-Muqtadir (295 H/908 M).
Beliau meninggal dalam 74 tahun, usia tepatnya pada hari Selasa tanggal 22
Ramadan tahun 273 H.
Informasi tentang Ibn Majah ketika
kecil sampai dewasa tidak banyak ditemukan dalam beberapa literature,
keterangan yang ada hanya menunjukkan bahwa Muhammad ibn Yazid memulai karir
akademiknya ketika masih kecil di desa Qazwin. Keterangan yang banyak terhimpun
adalah yang terkait erat dengan kiprahnya dalam kegiatan penyusunan hadis. Ia
amat gandrung dengan ilmu hadis walaupun pada saat itu baru berusia 15 tahun.
Ibn Majah sempat berguru kepada Ali bin Muhammad al-Tanafasy (w. 233H) Kegiatan
tersebut terus berlangsung dengan cara mencari guru ke berbagai daerah dan
mendengarkan langsung hadis-hadis sehingga pada akhirnya beliau menjadi
seorang ulama hadis yang kita kenal sampai sekarang
Ibn Majah adalah seorang petualang
keilmuan terbukti dengan banyaknya daerah yang dikunjunginya. Di antara tempat
yang pernah dikunjunginya adalah Khurasan: Naisabur dan kota lainnya; al-Ray;
Iraq: Bagdad, Kufah, Basrah, Wasit; Hijaz: Makkah dan Madinah; Syam: Damaskus
dan Hims serta Mesir.Petualangan tersebut dilakukan Ibn Majah tidak saja dengan
menghasilkan banyak hadis, namun juga mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
Oleh karena itu, Ibn Majah diakui sebagai seorang yang alim dalam hadis,
ilmu sejarah dan tafsir. Kitab hadis termasuk dalam salah satu kutub
al-tis’ah yang banyak juga pujian terhadap kitab sunan-nya.
Guru pertama Ibn Majah adalah Ali ibn Muhammad al-
Tanafasy dan Jubarah ibn al-Muglis. Sejumlah nama guru Ibn Majah yang banyak
menyumbangkan hadis antara lain Mus’ab ibn Abdullah al-Zubairi, Abu Bakar
ibn Abi Syaibah, Muhammad ibn Abdullah ibn Namir, Hisyam ibn Amar, Muhammad ibn
Rumh dan masih banyak guru lain yang dapat dilihat dalam karyanya secara
langsung, Sunan Ibn Majah. Sedangkan murid- murid Ibn Majah yang banyak
mengambil hadis dari Ibn Majah adalah Muhammad ibn Isa al-Abhari, Abu Hasan
al-Qattan, Sulaiman ibn Yazid al-Qazwini, Ibn Sibawaih..
B. Metode
yang di gunakan Ibnu Maja
Sudah
barang tentu, Ibn Majah sebagai pengarang mempunyai metode dalam menghimpun
hadis-hadis. Hal tersebut tidak diketahui dengan mudah ketika membaca kitabnya
Sunan Ibn Majah. Oleh karena itu, ulama berijtihad untuk menemukan metode yang
digunakan Ibn Majah dalam menghimpun hadis-hadisnya. Ulama menduga bahwa kitab
hadis yang dikarang Ibn Majah disusun berdasarkan masalah hukum. Di samping
itu, ia memasukkan masalah-masalah lain seperti zuhud, tafsir dan sebagainya.
Kadang-kadang, hadis yang disebut ada yang hadis mursal dengan tidak menyebut
periwayat di tingkat pertama, sahabat. Hadis semacam ini disebut kurang dari 20
hadis. Di samping itu, hadis-hadis yang ada juga tidak semuanya sahih dan
hasan. Di dalamnya juga terdapat hadis-hadis yaria bernilai da’if,
munkar, batil, dan bahkan maudu’. Walaupun begitu, Ibn Majah tidak menjelaskan
sebab-sebabnya.
Dari segi
rijal al-hadis, Ibn Majah termasuk golongan ulama yang mempermudah memasukkan
rijal al-hadis. Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh periwayat pendusta dan
periwayat yang banyak ditinggalkan seperti Amr ibn Subh, Muhammad ibn Said
al-Maslub, al-Waqidi dan sebagainya dimasukkan dalam kitab Sunan-nya. Di
samping itu, di dalam kitab tersebut juga dilengkapi banyak hadis yang tidak
dijumpai dalam kitab hadis lain yang dikarang oleh al-Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, al-Tirmizi dan al-Nasai.
Diantara
karyanya yang popular adalah sunan ibn majah yang disusun seperti bab fikih,
jumlah haditsnya sebanyak 4.341 buah hadis. 3002 hadits diantaranya
diriwayatkan oleh Ashhab Al-Khamsah. Ibn
Majah membahas hadis dengan metode hukum di mana beliau memulai pembahasan
dengan kitab taharah. Bab zakat diakhirkan setelah bab puasa. Sedangkan kitab
haji diletakkan jauh dari masalah ibadah yakni setelah jihad. Hal ini
dimungkinkan karena ibadah haji itu lebih dekat dengan jihad dan demikian juga
dengan ibadah. Haji merupakan dua kombinasi yang memerlukan perhatian serius.
Kitab Sunan
Ibn Majah di dalamnya dibagi dalam beberapa kitab dan setiap
kitabnya masih terbagi dalam beberapa bab. Jumlah hadis secara keseluruhan
adalah 4341 buah yang terbagi dalam 37 kitab dan 1515 bab. Jumlah tersebut
merupakan hasil perhitungan akhir yang dilakukan oleh Muhammad Fuad Abd
al-Baqi. Sementara itu, dalam versi lain oleh al-Zahabi diketahui bahwa Sunan
Ibn Majah hanya memuat 4000 hadis saja yang terbagi atas 32 kitab dan 1500 bab.
Atau dalam riwayat Abu al-Hasan al-Qattan bahwa kitab Sunan Ibn Majah memuat 32
kitab, 1500 bab dan sekitar 4000 hadis.
Di
bandingkan dengan kitab-kitab hadis lain, Sunan Ibn Majah ini memiliki
kelebihan-kelebihan. Keunggulan kitab tersebut adalah terletak pada cara
pengemasannya. Pengemasan seperti ini akan dapat mempermudah sesorang untuk
mencari hadis. Di samping itu, keunggulan lain kitab ini adalah memuat
hadis-hadis yang tidak ditemukan dalam kutub al-khamsah. Oleh karena itu,
hadis-hadis tersebut dapat dijadikan informasi tambahan dan dapat dijadikan
ladang penelitian. Jumlah pasal-pasal dalam kitab Sunan Ibn Majah banyak dan
ditata dengan baik dengan sedikit sekali adanya pengulangan.
Sudah
barang tentu, dibalik keunggulan di atas, ternyata Sunan Ibn Majah juga
terdapat kelemahan. Kelemahan yang ada adalah minimnya informasi atas
hadis-hadis yang dinilai da’’ifdan maudu’. Selain itu, perlu penelitian lebih
jauh atas hadis-hadis yang dinilai da’if.
Adapun ulama yang telah mensyarahkan kitab Sunan Ibn Majah
adalah:
1.
Al-Muglata’i
dalam kitabnya al-I’lam bi Sunanih alaihi al-Salam (w. 726 H.)
2.
al-Kamaluddin
ibn Musa al-Darimi (w. 808 H), dalam kitabnya Syarah Sunan Ibn
Majah
3.
.
Ibrahim ibn Muhammad al-Halabi dalam kitabnya Syarah Sunan Ibn Majah
4.
Jalal
al-Din al-Syuyuti, Syarah al-Zujajah bi Syarh Ibn Majah. (w. 911 H)
5. Muhammad ibn Abd al-Hadi al-Sindi
dengan kitabnya Syarah Sunan Ibn Majah (w. 1138 H).
C. Penilaian
Para Ulama
Syihab al-Din Ahmad ibn Abi Bakr
al-Busiri (w. 840 H.) memahami bahwa ada banyak hadis yang tidak disebut oleh
dua kitab sahih dan tiga kitab sunan sebelumnya. Sementara itu, penelitian
yang dilakukan Muhammad Fuad Abd al-Baqi menunjukkan bahwa terdapat 4341 hadis
dengan perincian 3002 hadis yang dikeluarkan sama dengan lima kitab lainnya dan
1339 hadis yang masuk dalam kategori zawa’id dan tidak ada dalam lima kitab
hadis sebelumnya. Dari hadis-hadis zawaid tersebut dapat diklasifikasi sebagai
berikut: 428 hadis diriwayatkan oleh periwayat yang dapat dipercaya dan sahih
sanadnya, 199 hadis sanadnya bernilai hasan, 613 mempunyai sanad yang da’if, 99
hadis memiliki sanad yang lemah, munkar dan didustakan.
Pernyataan Muhammad Fuad Abd al-Baqi
di atas juga didukung oleh al-Suyuti dan al-Busyairi al-Misri (w. 840 H.) dalam
kitabnya al-Misbah al Zujajah fi Zawa’id Ibn Majah bahwa hadis-hadis
dalam zawa’ij bernilai sahih, hasan, da’if dan maudu. Kenyataan tersebut
menafikan tuduhan al-Mizzi yang mengatakan bahwa semua hadis yang diriwayatkan
dari Ibn Majah adalah da’if.
Kitab Sunan Ibn Majah masih
diperselisihkan keberadannya dalam kutub al-sittah oleh ulama. Ibn Tahir
al-Maqdisi adalah ulama yang kali pertama memasukkan kitab Sunan Ibn Majah
dalam kutub al-sittah.
Pendapat tersebut diikuti oleh ulama lain
ketika memberikan kometar terhadap Ibn Majah seperti Ibn Hajar al-Asqalani,
al-Mizzi, dan al-Zahabi. Mereka menilai berdasarkan komentar Abi Zur’ah yang
mengatakan bahwa kitab ini telah berada di antara orang banyak niscaya mereka
akan beristirahat untuk membacanya. Mereka juga memuji terhadap sosok
pengarangnya, Ibn Majah yang dinilai seorang yang hafiz dan mempunyai
pengetahuan yang luas. Disamping itu, adanya hadis-hadis lain yang tidak
ditemukan di dalam kitab hadis sebelumnya (kutub d-khamsah) yang disebut dengan
istilah zawa’id. para ulama sebelum abad 6 belum memasukkannya kedalam Buku
Induk Hadits Enam (Ummahat Al-Kutub As-Sittah). Para ulama mendahulukan Sunan
Ibn Majah dari pada Al-Muaththa’ dalam gabungan Buku Induk Hadits Enam
tersebut, karena didalamnya terdapat beberapa hadits yang tidak didapati dalam
kitab lima, dan didapatkan lebih banyak dari Al-Muwaththa’, bukan berarti ia
lebih unggul dari Al-Muwaththa.
D. Biografi
Imam Abu Daud
Nama
lengkap Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman Bin al-Asy’as Bin Ishaq Al-Azdy
al-Sijistaniy. Ia dilahirkan pada 202 H di Sijistani Suatu kota di Basrah.
Sebagai ulama Mutaqaddimin yang produktif, beliau selalu memanfaatkan
waktunya untuk menuntut ilmu dan beribadah. Namun sangat disayangkan, informasi
kehidupan Abu Dawud di masa kecil sangat sedikit. Sedangkan masa dewasanya
banyak riwayat yang mengatakan bahwa beliau termasuk ulama Hadits yang
terkenal. Abu Dawud terlahir di tengah keluarga yang agamis. Mengawali
intelektualitasnya, ia mempelajari al-Qur’an dan literatur (bahasa) Arab serta
sejumlah materi lainnya sebelum mempelajari Hadits, sebagaimana tradisi
masyarakat saat itu. Dalam usianya kurang lebih dua puluh tahun, ia telah
berkelana ke Baghdad. Setelah dewasa, beliau melakukan rihlah dengan intensif
untuk mempelajari Hadits. Ia melakukan perjalanan ke Hijaz, Syam, Irak, Jazirah
Arab dan Khurasan untuk bertemu ulama-ulama Hadits.3 Pengembaraannya ini menunjang
Abu Dawud mendapatkan Hadits sebanyak-banyaknya untuk dijadikan referensi dalam
penyusunan kitab sunahnya. Pola hidup sederhana tercermin dalam kehidupannya.
Hal ini terlihat dari cara berpakaiannya, yaitu salah satu lengan bajunya lebar
dan satunya lagi sempit. Menurutnya, lengan yang ini (lebar) untuk membawa
kitab sedang yang satunya tidak diperlukan, kalau lebar berarti pemborosan.
Maka tidak heran jika banyak ulama yang semasanya atau sesudahnya memberikan gelar
Zaid (mampu meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi) dan Wara’ (teguh atau
tegar dalam mensikapi kehidupan). Abu Dawud berhasil meraih reputasi tinggi
dalam hidupnya di basrah, setelah basrah mengalami kegersangan ilmu pasca
serbuan Zarji pada tahun 257 H. gubernur basrah pada waktu itu mengunjungi Abu
Dawud di Baghdad untuk meminta Abu Dawud pindah ke Basrah. Diriwayatkan oleh
al-Kahttabi dari Abdillah bin Muhammad al-Miski dari Abu Bakar bin Jabir
(pembantu Abu Dawud), dia berkata: “Bahwa Amir Abu Ahmad al-Muffaq minta untuk bertemu
Abu Dawud, lalu Abu Dawud bertanya: “Apa yang mendorong amir ke sini?”, Amir
menjadi: “Hendaknya anda mengajarkan Sunan kepada anakanakmu”. Yang kedua tanya
Abu Dawud, Amir menjawab: “Hendaknya anda membuat majlis tersendiri untuk
mengajarkan Hadits kepada keluarga khalifah, sebab mereka enggan duduk bersama
orang umum”. Abu Dawud menjawab: “Permintaan kedua tidak bisa aku kabulkan,
sebab derajat manusia itu baik pejabat terhormat maupun rakyat jelata, dalam
menuntut ilmu dipandang sama”. Ibnu Jabir berkata: “Sejak itulah putera-putera
khalifah menghadiri majlis ta’lim, duduk bersama orang umum dan diberi tirai pemisah.”
Atas permintaan Gubernur Abu Ahmad tersebut, maka Abu Dawudpindah ke Basrah dan
menetap di sana hingga wafat. Pada tahun 275 H Abu Dawud al-Sijistaniy
menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 73 tahun atau tepatnya pada tanggal
16 syawal 275 H di Basrah.6 Di antara karya-karya yang dihasilkan Abu Dawud
adalah:7 a. Al-Marasil, kitab ini merupakan kumpulan Hadits-hadits mursal
(gugur perawinya), yang disusun secara tematik, adapun jumlah haditsnya adalah 6000
Hadits Dari karya-karya tersebut di atas, yang paling populer adalah kitab sunan
Abu Dawud. Menurut riwayat Abu Ali bin Ahmad bin ‘Amr Al-Lu’lui Al-Basri,
seorang ulama’ Hadits mengatakan: ‘Hadits telah dilunakkan Abu Dawud,
sebagaimana besi telah dilunakkan Nabi Daud”. Ungkapan tersebut adalah
perumpamaan bagi seorang ahli Hadits, yang telah mempermudah yang rumit dan
mendekatkan yang jauh, serta memudahkan yang sukar. Di kalangan kritikus
Hadits, Abu Dawud mendapatkan penilaian.
a)
Musa bin Harun berkata: bahwa Abu Dawud
diciptakan di dunia untuk Hadits dan di akhirat untuk surga. “Aku tidak pernah
melihat orang yang lebih utama dari dia.”
b)
Abu Halim bin Hibban menyatakan bahwa
Abu Dawud adalah seorang imam dunia dalam bidang fiqh, ilmu, hafalan, dan
ibadah. Beliau telah mengumpulkan Hadits-hadits dan tegak mempertahankan
sunnah.
c)
Al-Hakim mengatakan bahwa Abu Dawud
adalah imam ahli Hadits pada zamannya, tidak ada yang menyamainya.
d)
Maslahah bin Qasim mengatakan bahwa Abu
Dawud adalah sigah, seorang zahid, mempunyai ilmu pengetahuan tentang Hadits,
seorang Imam pada zamannya.
e)
Ahmad bin Muhammad bin Yasin al-Harawi
menyatakan bahwa Abu
E. Metode Penyusunan Kitab Sunan Abu
Dawud
Kitab
Sunan menurut para ahli Hadits adalah kitab Hadits yang disusun berdasarkan
bab-bab fiqh, Kitab Sunan ini hanya memuat Haditshadits marfu’, tidak memuat
Hadits manqut atau maqtu’, sebab dua macam Hadits terakhir Hadits ini disebut
sunnah, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan moralitas,sejarah, dan zuhud.
Sebagaimana pernyataan Al-Khatani dalam kitab Ar-Risalah Al-Mustatrafah:
“Diantara kitab-kitab Hadits adalah kitab-kitab Sunan yaitu kitab Hadits yang
disusun menurut bab-bab fiqh, mula-mula dari bab thaharah, shalat, zakat, dan
sebagainya, dan di dalamnya tidak terdapat Hadits mauquf, karena Hadits ini
tidak disebut sebagai sunnah, namun hanya disebut sebagai Hadits. Metode yang
dipakai oleh Abu Dawud berbeda dengan metode yang dipakai oleh ulama-ulama
sebelumnya, seperti Imam Ahmad bin Hanbal yang menyusun kitab musnad dan Imam
Bukhari dan Muslim yang menyusun kitabnya dengan hanya membatasi pada
Hadits-hadits yang shahih saja. Adapun Abu Dawud menyusun kitabnya dengan
mengumpulkan Hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum (Fiqh), dan dalam
menyusunnya berdasarkan urutan bab-bab fiqh. Hadits-hadits yang berkenaan
dengan fada’il al-Amal (keutamaan-keutamaan amal). Dan kisah-kisah tidak
dimasukkan dalam kitabnya.
2.
Sistematika Penyusunan Kitab
Dalam
Sunan Abu Dawud, ia membagi haditsnya dalam beberapa
kitab,
dan setiap kitab dibagi menjadi beberapa bab. Adapun perinciannya
adalah
35 kitab, 1871 bab, serta 4800 Hadits. Tetapi menurut Muhammad Muhyudin Abdul
Hamid, jumlanya sebanyak 5274 Hadits. Perbedaan perhitungan tersebut tidak
aneh, karena Abu Dawud sering mencantumkan
sebuah
Hadits di tempat yang berbeda, hal ini dilakukan karena untuk menjelaskan suatu
hukum dari Hadits tersebut, dan di samping itu untuk
memperbanyak
jalur sanad.
F. Guru-guru dan murid Imam Abu Daud
Ø Guru-guru beliau
Diantara guru beliau yang
terdapat di dalam sunannya adalah;
1. Ahmad bin Muhammmad bin Hanbal as Syaibani al Bagdadi
2. Yahya bin Ma’in Abu Zakariya
3. Ishaq binIbrahin bin Rahuyah abu ya’qub al Hanzhali
4. Utsman bin Muhammad bin abi Syaibah abu al Hasan al Abasi al Kufi.
5. Muslim bin Ibrahim al Azdi
6. Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab al Qa’nabi al Harits al Madani
7. Musaddad bin Musarhad bin Musarbal
8. Musa bin Ismail at Tamimi.
9. Muhammad bin Basar.
10. Zuhair bin Harbi (Abu Khaitsamah)
11. Umar bin Khaththab as Sijistani.
12. Ali bin Al Madini
13. Ash Shalih abu sarri (Hannad bin sarri).
14. Qutaibah bin Sa’id bin Jamil al Baghlani
15. Muhammad bin Yahya Adz Dzuhli
Dan masih banyak yang lainnya .
1. Ahmad bin Muhammmad bin Hanbal as Syaibani al Bagdadi
2. Yahya bin Ma’in Abu Zakariya
3. Ishaq binIbrahin bin Rahuyah abu ya’qub al Hanzhali
4. Utsman bin Muhammad bin abi Syaibah abu al Hasan al Abasi al Kufi.
5. Muslim bin Ibrahim al Azdi
6. Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab al Qa’nabi al Harits al Madani
7. Musaddad bin Musarhad bin Musarbal
8. Musa bin Ismail at Tamimi.
9. Muhammad bin Basar.
10. Zuhair bin Harbi (Abu Khaitsamah)
11. Umar bin Khaththab as Sijistani.
12. Ali bin Al Madini
13. Ash Shalih abu sarri (Hannad bin sarri).
14. Qutaibah bin Sa’id bin Jamil al Baghlani
15. Muhammad bin Yahya Adz Dzuhli
Dan masih banyak yang lainnya .
Ø
Murid-murid
beliau
Diantara murid-murid beliau, antara lain;
1. Imam Abu ‘Isa at Tirmidzi
2. Imam Nasa’i
3. Abu Ubaid Al Ajuri
4. Abu Thayyib Ahmad bin Ibrahim Al Baghdadi (Perawi sunan Abi Daud dari beliau).
5. Abu ‘Amru Ahmad bin Ali Al Bashri (perawi kitab sunan dari beliau).
6. Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Al Khallal Al Faqih.
7. Isma’il bin Muhammad Ash Shafar.
8. Abu Bakr bin Abi Daud (anak beliau).
9. Zakaria bin Yahya As Saaji.
10. Abu Bakar bin Abi Dunya.
11. Ahmad bin Sulaiman An Najjar (perawi kitab Nasikh wal Mansukh dari beliau).
12. Ali bin Hasan bin Al ‘Abd Al Anshari (perawi sunsn dari beliau).
13. Muhammad bin Bakr bin Daasah At Tammaar (perawi sunan dari beliau).
14. Abu ‘Ali Muhammad bin Ahmad Al Lu’lu’i (perawi sunan dari beliau).
15. Muhammad bin Ahmad bin Ya’qub Al Matutsi Al Bashri (perawi kitab Al Qadar dari beliau).
G.
Nama
Kitab dan Bab Hadits
1. Kitab
Al-Thaharah 143 390
2. Kitab
Al-Salat 367 1165
3. Kitab Al-Zakat 47 145
4. Kitab
Al-Luqatah – 20
5. Kitab
Al-Manasik 98 325
6. Kitab
Al-Nikah 50 129
7. Kitab Al-Talak 50 138
8. Kitab Al-Shaum 81 164
9. Kitab
Al-Jihad 182 311
10. Kitab Al-Dahaya 20 56
11. Kitab Al-Said 4 18
12. Kitab Al-Wasaya 17 23
13. Kitab
Al-Fara’id 17 43
14. Kitab Al-Kharaj Wa Al-Imarah 40 16
15. Kitab Al-Janaiz 84 153
16. Kitab Al-Aiman Wa Al-Nuzur 32 84
17. Kitab Al-Buyu Wa Al-Ijarah 92 243
18. Kitab Al-Aqdiyah 30 70
19. Kitab Al-‘Ilm 13 28
20. Kitab
Al-Asyribah 22 67
21. Kitab
Al-At’itmah 55 119
22. KitabAl-Tib
24 7
23. Kitab
Al-Atqu 15 43
24. Kitab
Al-Huruf Wa Al-Iqra – 40
25. Kitab Al-Hamam 3 11
26. Kitab Al-Libas 47 139
27. Kitab Al-Tarajul 21 55
28. Kitab
Al-Khatam 8 26
29. Kitab Al-Fitan 7 39
30. Kitab Al-Mahdi – 12
31. Kitab Al-Malahin 18 60
32. Kitab
Al-Huddun 40 143
33. Kitab
Al-Diyat 32 102
34. Kitab
Al-Sunnah 32 177
35. Kitab
Al-Adab 108 502
Dari pembagian-pembagian
itu kita tersebut bahwa Sunan Abu Dawud hanyalah kumpulan Hadits-hadits hukum,
kecuali pada beberapa Hadits seperti terdapat pada kitab Ilmu Adab. Beliau juga
menghindari khabar-khabar, kisah-kisah dan mau’idah. Beberapa hal yang patut
digaris bawahi dari sestematika kitab ini adalah: 1) Kitab menikah dan talaq
ditempatkan di tengah-tengah ibadah. 2) Luqatah ditempatkan setelah zakat,
karena samasama masalah harta. 3) Kitab Janaiz di pisahkan dari shalat, karena
ada juga kaitannya dengan harta. 4) Kitab Al-Hammam ditempatkan tersendiri, sekalipun
dapat digolongkan dengan kitab Al-Libas. 5) Kitab al-tarajul dibuat tersendiri,
juga Al-Khatam, sekalipun dapat ditepatkan. 6) Kitab Al-Mahdi dibuat
tersendiri, juga Al-Malahin sekalipun ditempatkan di Kitab Al-Fitan
H.
Hadits Tentang Status Anak Zina
dari Abu Dawud
Hadits Tentang Status Anak Zina dari Abu
Dawud No. Indeks 2270
حَدََثنَا
سَعِيْدُ بْنُ مَنْصُوْرُ وَمُسَدَّدُ َقاَلا: َاخْبَرَنَا سُفْيَا ُ ن عَنْ الزُهْرِي
عَنْ عُرْوَْة عَنْ عَائِشََة اِخْتَصَمَ سَعِيْدُ
َأنِي
وََقاسْ وَعَبْدُبْنُ زُمْعَ ْ ة إَِلى رَسُوْلُ اللهِ صََلى اللهُ عََليْهِ وَسَلَّمَ
فِي اِبْن َأمَةِ زُمْعَ ْ ة. فَقَا َ ل سَعْدُ َاوْصَانِي
َاخِى
عُتْبِ ْ ة إِ َ ذا َقدَمْتُ مَكََّة َأ ْ ن َانْ َ ظرَإَِلى ابْنِ َامَةِ زُمْعَ ْ
ة َفَاقْبِضْهُ َفإِنَهُ اِبْنُهُ وَقَا َ ل عَبْدُ بْنُ زُمْعََة َأخِى ابْنِ َأمَةِ
َأبِى،
وََلدُ عََلى فِرَاشِ َأبِى، َفرََاى رَسُو ُ ل اللهِ صَلَّى اللهُ عََليْهِ وَسَلَّمَ
شَبَهًا بَيِّنًا بِعُتْبَ ْ ة: فَقَا َ ل َلكَ الْوََلدُ
لِلْفِرَاشِ
وَلِلْعَاهِرُ الْحَجَرُ وَاحْتَجِبْنِى مِنْهُ.
“Telah bercerita kepada kami Sa’id bin Mansur dan Musaddad, keduanya berkata:
“Telah bercita kepada kami Sufyan, dari Zuhri, dari Urwah, dari ‘Aisyah” Sa’dun
bin Abi Waqas dan Abd bin Zam’ah mengaku kepada Rasulullah Saw tentang anak budaknya
Zam’ah. Sa’dus mengatakan “Saudaraku ‘Utbah telah berpesan kepadaku, apabila
aku mengunjungi Makkah maka hendaklah aku menengok anak dari budaknya Zam’ah,”
(kata saudarau ‘Utbah) terimalah dia”, karena sesungguhnya dia adalah anaknya ‘Utbah.
Dan Abd bin Zum’ah berkata “Ia saudaraku anak dari budak Bapakku, ia dilahirkan
di atas peraduan (firasy) Bapakku”, maka Rasulullah
Saw melihat
anak itu dan anak itu memang mirip sekali dengan ‘Utbah tetapi Rasulullah
bersabda: “Anak adalah milik dari firasynya, dan yang berzina harus dirajam,
maka rahasiakan hal.
I. Kelebihan
dan Kekurangan kitab imam abu daud
Di antara
pandangan positif para ulama terhadap Sunan Abu Daud tersebut adalah seperti
berikut :
·
Al-Khattabi
berkata : “Ketahuilah, kitab Sunan Abu Daud adalah sebuah kitab yang mulia yang
belum pernah disusun oleh sesuatu kitab yang lain yang menerangkan hadis-hadis
hukum sepertinya. Para ulama menerima baik kitab sunan tersebut, kerana ianya
menjadi hakim antara ulama dan para fuqaha’ yang berlainan mazhab. Kitab itu
menjadi pegangan ulama Irak, Mesir, Moroko, dan negeri lain”.
·
Ibnu
Qayyim al-Jauziyah, menyatakan bahawa : “Kitab Sunan Abu Daud memiliki
kedudukan tinggi dalam dunia Islam dan pemberi keputusan bagi perselisihan
pendapat. Kepada kitab itulah oarang-orang jujur mengharapkan keputusan. Mereka
merasa puas atas keputusan dari kitab itu. Abu Daud telah menghimpun segala
macam hadis hukum dan menyusunnya dengan sistematik yang baik dan indah, serta
membuang hadis yang lemah”.
·
Ibnu
al-‘Arabi, mengatakan: “Apabila seseorang sudah memiliki kitabullah dan kitab
Sunan Abu Daud, maka tidak lagi memerlukan kitab yang lain”.
·
Imam
al-Ghazali berkata: “Kitab Sunan Abu Daud sudah cukup bagi para mujtahid untuk
mengetahui hadis-hadis hukum”.
Di samping
ulama-ulama tersebut yang memberikan penilaian baik atas kelebihan kitab Sunan
Abu Daud, ada juga ulama hadis yang mengkritik kelemahan yang terdapat di dalam
kitab Sunan Abu Daud tesebut. Di antara para ulama yang mengkritik itu adalah
seperti Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam al-Nawawi dan Ibnu Taimiyah. Kritikan
tersebut meliputi:
·
Tidak
adanya penjelasan tentang kualiti sesuatu hadis dan kualiti sanad (sumber,
silsilah dalam hadisnya). Sementara yang lainnya disertai dengan penjelasan.
·
Adanya
kemiripan Abu Daud dengan Imam Hambali dalam hal bertoleransi terhadap hadis
yang dha’if yang mana sebilangan kalangan ulama yang lain menilai hadis
tersebut sebagai dha’if.[1]
·
Kritik
juga dilakukan oleh Ibnu al-Jauzi, seorang tokoh ahli hadis bermazhab Hambali
yang telah melakukan penelitian terhadap kitab Sunan Abu Daud, dan beliau
menemukan hadis yang maudhu’ (palsu) sebanyak sembilan hadis. Namun kritikan
tesebut telah dibahas kembali oleh Jalaluddin al-Suyuti dalam kitabnya
al-la’ali al-Masnu’ah fi Ahadis al-Maudhu’ah dan Ali bin Muhammad bin Iraq
al-Kunani di dalam kitabnya Tanjih al-Syari’ah al-Maudhu’ah. Dalam kitab
tersebut dijelaskan kembali hadis-hadis yang dikritik oleh Ibnu al-Jauzi.[1]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Nama lengkapnya adalah abu Abdullah Muhammad bin Yazid
Al-Qazwini, lahir di Qazwin salah satu kota di Iran pada tahun 207 H/824
M. Ibnu Majah
hidup pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yakni pada masa pemerintahan
Khalifah al-Makmun (198 H/813 M) sampai akhir pemerintahan Khalifah al-Muqtadir
(295 H/908 M). Beliau meninggal dalam 74 tahun, usia tepatnya pada hari Selasa
tanggal 22 Ramadan tahun 273 H.
Ulama
menduga bahwa kitab hadis yang dikarang Ibnu Majah
disusun berdasarkan masalah hukum. Di samping itu, ia memasukkan
masalah-masalah lain seperti zuhud, tafsir dan sebagainya. Kadang-kadang, hadis
yang disebut ada yang hadis mursal dengan tidak menyebut periwayat di tingkat
pertama, sahabat.
Muhammad
Fuad Abd al-Baqi menunjukkan bahwa terdapat 4341 hadis dengan perincian 3002
hadis yang dikeluarkan sama dengan lima kitab lainnya dan 1339 hadis yang masuk
dalam kategori zawa’id dan tidak ada dalam lima kitab hadis sebelumnya. Dari
hadis-hadis zawaid tersebut dapat diklasifikasi sebagai berikut: 428 hadis
diriwayatkan oleh periwayat yang dapat dipercaya dan sahih sanadnya, 199 hadis
sanadnya bernilai hasan, 613 mempunyai sanad yang da’if, 99 hadis memiliki
sanad yang lemah, munkar dan didustakan.
Daftar Pustaka
M.
Faith Surya Dilaga, Studi Kitab Hadits,Yogyakarta: Teras, 2003.
Muhammad
‘Ajajj al-Khatib, Ushul al-Hadits: ‘Ilmuhu wa Musthalahuhu,Damaskus: Daral-Fikri,
1975.
Mudasir,
Ilmu Hadits,Bandung: Pusaka Setia, 1999.
Mustafa
Azami, Ilmu Hadits, 143
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieq,
Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang:
Pusaka Rieky Putra, 1998),
Tidak ada komentar:
Posting Komentar