Minggu, 17 April 2016

MAKALAH RIWAYAT SUNAN ABU DAUD DAN IBNU MADJA



BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hadits merupakan sumber ajaran islam kedua setelah Al-qur’an. Keberadaannya dalam kerangka ajaran islam merupakan penjelas terhadap apa yang ada dalam al-Qur’an. Peranan hadits semakin penting jika didalam al-Qur’an tidak ditemukan suatu ketetapan, maka hadits dapat dijadikan dasar hukum dalam dalil-dalil keagamaan. Disamping itu, hadits diamalkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan keseharian. Dengan demikian, hadits mempunyai peranan yang sangat penting didalam islam. Masa Rasulullah Saw. merupakan masa pewahyuan dan pembentukan masyarakat islam. Didalamnya, hadits-hadits diwahyukan oleh nabi yang terdiri atas perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi dalam membina islam. Keadaan hadits terus dijaga oleh sahabat. Pada abad ke-3 sampai abad ke-5, hadits-hadits nabi dibukukan dalam berbagai kitab dengan berbagai metode penulisannya
Tulisan ini akan mencoba membahas salah satu kitab hasil dari kodifikasi ulama mutaqaddimin, sunan ibn majah. Kitab ini menarik untuk dikaji. Kajian ini akan membahas terlebih dahulu setting historis kelahiran kitab dan sosok penulisnya, setelah itu baru dilakukan pembahasan secara mendalamtentang kitab berikut analisisnya. Dengan demikian tulisan ini diharapkan mampu memberikan gambaran yang jelas tentang sunan ibn majah dan posisinya dalam kutub al-sittah
.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi tentang Ibnu majah dan Sunan Abu Daud?
2.      Metode apa yang digunakan Ibnu majah dan Sunan Abu Dauad?
3.      Bagaimana penilaian para ulama tentang Ibn Majah dan Sunan Abu Daud?




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Ibnu Maja
Nama lengkapnya adalah abu Abdullah Muhammad bin Yazid Al-Qazwini, lahir di  Qazwin salah satu kota di Iran pada tahun 207 H/824 M. Ib, beliau dikenal sebagai ahli hadis yang banyak meriwayatkan sabda sabda nabi SAW, beliau mulai belajar sejak usia remaja, namun baru mulai menekuni dibidang ilmu hadis pada usia 15 tahun, bakat dan minatnya dibidang hadis makin besar, hal inilah yang membuat ibnu Majah berkelana kebeberapa daerah dan Negara guna mencari, mengumpulkan dan menulis hadis puluhan Negara dia kunjungi antara lain Ray (Teheran), Basrah, kufah, Bagdad, khurasan, suriyah, Mesir. Dengan cara inilah beliau dapat menghimpun dan menulis puluhan bahkan ratusanhadis dari sumber sumber yang dipercaya keshahihannya, tidak hanya itu dalam berbagai kunjungannya dia juga berguru pada banyak ulama’ setempat, seperti Abu bakar bin abi syaubah, sepanjang hayatnya beliau telah menulis puluhan buku baik dalam bidang hadis, sejarah, fiqih, maupun tafsir, seperti tafsir alqur’anul karim, at-tarikh karya sejarah yang memuat bigrafi para perawi hadis sejak awal hingga kemasanya  yang menjadi popular dikalangan muslim, karya beliau adalah kitab sunan ibnu majah di bidang hadis, beliau telah meriwayatkan sedikitnya 4000 hadis, didalam kitab hadis tersebut juga membahas masalah akidah dan muamalah atas ketekunan dan kontribuisinya dibidang ilmu ilmu islam itu, khususnya disiplin ilmu hadis, banyak ulam’ yang kagum  dan membahasnya sebagai salah seorang ulama’besar islam yang disepakati tentang kejujurannya.
Ibn Majah hidup pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yakni pada masa pemerintahan Khalifah al-Makmun (198 H/813 M) sampai akhir pemerintahan Khalifah al-Muqtadir (295 H/908 M). Beliau meninggal dalam 74 tahun, usia tepat­nya pada hari Selasa tanggal 22 Ramadan tahun 273 H.
Informasi tentang Ibn Majah ketika kecil sampai dewasa tidak banyak ditemukan dalam beberapa literature, keterangan yang ada hanya menunjukkan bahwa Muhammad ibn Yazid memulai karir akademiknya ketika masih kecil di desa Qazwin. Keterangan yang banyak terhimpun adalah yang terkait erat dengan kiprahnya dalam kegiatan penyusunan hadis. Ia amat gandrung dengan ilmu hadis walaupun pada saat itu baru berusia 15 tahun. Ibn Majah sempat berguru kepada Ali bin Muhammad al-Tanafasy (w. 233H) Kegiatan tersebut terus berlangsung dengan cara mencari guru ke berbagai daerah dan mendengar­kan langsung hadis-hadis sehingga pada akhirnya beliau men­jadi seorang ulama hadis yang kita kenal sampai sekarang
Ibn Majah adalah seorang petualang keilmuan terbukti dengan banyaknya daerah yang dikunjunginya. Di antara tempat yang pernah dikunjunginya adalah Khurasan: Naisabur dan kota lainnya; al-Ray; Iraq: Bagdad, Kufah, Basrah, Wasit; Hijaz: Makkah dan Madinah; Syam: Damaskus dan Hims serta Mesir.Petualangan tersebut dilakukan Ibn Majah tidak saja dengan menghasilkan banyak hadis, namun juga mendapatkan ilmu yang  bermanfaat. Oleh karena itu, Ibn Majah diakui sebagai seorang  yang alim dalam hadis, ilmu sejarah dan tafsir. Kitab hadis  termasuk dalam salah satu kutub al-tis’ah yang banyak juga  pujian terhadap kitab sunan-nya.
Guru pertama Ibn Majah adalah Ali ibn Muhammad al- Tanafasy dan Jubarah ibn al-Muglis. Sejumlah nama guru Ibn Majah yang banyak menyumbangkan hadis antara lain Mus’ab  ibn Abdullah al-Zubairi, Abu Bakar ibn Abi Syaibah, Muhammad ibn Abdullah ibn Namir, Hisyam ibn Amar, Muhammad ibn  Rumh dan masih banyak guru lain yang dapat dilihat dalam karyanya secara langsung, Sunan Ibn Majah. Sedangkan murid- murid Ibn Majah yang banyak mengambil hadis dari Ibn Majah adalah Muhammad ibn Isa al-Abhari, Abu Hasan al-Qattan, Sulaiman ibn Yazid al-Qazwini, Ibn Sibawaih..

B.     Metode yang di gunakan Ibnu Maja
Sudah barang tentu, Ibn Majah sebagai pengarang mem­punyai metode dalam menghimpun hadis-hadis. Hal tersebut tidak diketahui dengan mudah ketika membaca kitabnya Sunan Ibn Majah. Oleh karena itu, ulama berijtihad untuk menemukan metode yang digunakan Ibn Majah dalam menghimpun hadis-hadisnya. Ulama menduga bahwa kitab hadis yang dikarang Ibn Majah disusun berdasarkan masalah hukum. Di samping itu, ia memasukkan masalah-masalah lain seperti zuhud, tafsir dan sebagainya. Kadang-kadang, hadis yang disebut ada yang hadis mursal dengan tidak menyebut periwayat di tingkat pertama, sahabat. Hadis semacam ini disebut kurang dari 20 hadis. Di samping itu, hadis-hadis yang ada juga tidak semuanya sahih dan hasan. Di dalamnya juga terdapat hadis-hadis yaria bernilai da’if, munkar, batil, dan bahkan maudu’. Walaupun begitu, Ibn Majah tidak menjelaskan sebab-sebabnya.
Dari segi rijal al-hadis, Ibn Majah termasuk golongan ulama yang mempermudah memasukkan rijal al-hadis. Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh periwayat pendusta dan periwayat yang banyak ditinggalkan seperti Amr ibn Subh, Muhammad ibn Said al-Maslub, al-Waqidi dan sebagainya dimasukkan dalam kitab Sunan-nya. Di samping itu, di dalam kitab tersebut juga dilengkapi banyak hadis yang tidak dijumpai dalam kitab hadis lain yang dikarang oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmizi dan al-Nasai.
Diantara karyanya yang popular adalah sunan ibn majah yang disusun seperti bab fikih, jumlah haditsnya sebanyak 4.341 buah hadis. 3002 hadits diantaranya diriwayatkan oleh Ashhab Al-Khamsah. Ibn Majah mem­bahas hadis dengan metode hukum di mana beliau memulai pembahasan dengan kitab taharah. Bab zakat diakhirkan setelah bab puasa. Sedangkan kitab haji diletakkan jauh dari masalah ibadah yakni setelah jihad. Hal ini dimungkinkan karena ibadah haji itu lebih dekat dengan jihad dan demikian juga dengan ibadah. Haji merupakan dua kombinasi yang memer­lukan perhatian serius.
Kitab Sunan Ibn Majah di dalamnya dibagi dalam beber­apa kitab dan setiap kitabnya masih terbagi dalam beberapa bab. Jumlah hadis secara keseluruhan adalah 4341 buah yang terbagi dalam 37 kitab dan 1515 bab. Jumlah tersebut merupakan hasil perhitungan akhir yang dilakukan oleh Muhammad Fuad Abd al-Baqi. Sementara itu, dalam versi lain oleh al-Zahabi diketahui bahwa Sunan Ibn Majah hanya memuat 4000 hadis saja yang terbagi atas 32 kitab dan 1500 bab. Atau dalam riwayat Abu al-Hasan al-Qattan bahwa kitab Sunan Ibn Majah memuat 32 kitab, 1500 bab dan sekitar 4000 hadis.
Di bandingkan dengan kitab-kitab hadis lain, Sunan Ibn Majah ini memiliki kelebihan-kelebihan. Keunggulan kitab tersebut adalah terletak pada cara pengemasannya. Pengemasan seperti ini akan dapat mempermudah sesorang untuk mencari hadis. Di samping itu, keunggulan lain kitab ini adalah memuat hadis-hadis yang tidak ditemukan dalam kutub al-khamsah. Oleh karena itu, hadis-hadis tersebut dapat dijadikan informasi tam­bahan dan dapat dijadikan ladang penelitian. Jumlah pasal-pasal dalam kitab Sunan Ibn Majah banyak dan ditata dengan baik dengan sedikit sekali adanya pengulangan.
Sudah barang tentu, dibalik keunggulan di atas, ternyata Sunan Ibn Majah juga terdapat kelemahan. Kelemahan yang ada adalah minimnya informasi atas hadis-hadis yang dinilai da’’ifdan maudu’. Selain itu, perlu penelitian lebih jauh atas hadis-hadis yang dinilai da’if.
Adapun ulama yang telah mensyarahkan kitab Sunan Ibn Majah adalah:
1.      Al-Muglata’i dalam kitabnya al-I’lam bi Sunanih alaihi al-Salam (w. 726 H.)
2.      al-Kamaluddin ibn Musa al-Darimi (w. 808 H), dalam kitabnya Syarah Sunan Ibn      Majah
3.      . Ibrahim ibn Muhammad al-Halabi dalam kitabnya Syarah Sunan Ibn Majah
4.      Jalal al-Din al-Syuyuti, Syarah al-Zujajah bi Syarh Ibn Majah. (w. 911 H)
5.      Muhammad ibn Abd al-Hadi al-Sindi dengan kitabnya Syarah Sunan Ibn Majah (w. 1138 H).
C.    Penilaian Para Ulama
Syihab al-Din Ahmad ibn Abi Bakr al-Busiri (w. 840 H.) memahami bahwa ada banyak hadis yang tidak disebut oleh dua kitab sahih dan tiga kitab sunan sebelumnya. Sementara itu, pe­nelitian yang dilakukan Muhammad Fuad Abd al-Baqi menunjukkan bahwa terdapat 4341 hadis dengan perincian 3002 hadis yang dikeluarkan sama dengan lima kitab lainnya dan 1339 hadis yang masuk dalam kategori zawa’id dan tidak ada dalam lima kitab hadis sebelumnya. Dari hadis-hadis zawaid tersebut dapat diklasifikasi sebagai berikut: 428 hadis diriwayatkan oleh periwayat yang dapat dipercaya dan sahih sanadnya, 199 hadis sanadnya bernilai hasan, 613 mempunyai sanad yang da’if, 99 hadis me­miliki sanad yang lemah, munkar dan didustakan.
Pernyataan Muhammad Fuad Abd al-Baqi di atas juga didukung oleh al-Suyuti dan al-Busyairi al-Misri (w. 840 H.) dalam kitabnya al-Misbah al Zujajah fi Zawa’id Ibn Majah bahwa hadis-hadis dalam zawa’ij bernilai sahih, hasan, da’if dan maudu. Kenyataan tersebut menafikan tuduhan al-Mizzi yang mengata­kan bahwa semua hadis yang diriwayatkan dari Ibn Majah adalah da’if.
Kitab Sunan Ibn Majah masih diperselisihkan keberadannya dalam kutub al-sittah oleh ulama. Ibn Tahir al-Maqdisi adalah ulama yang kali pertama memasukkan kitab Sunan Ibn Majah dalam kutub al-sittah.
 Pendapat tersebut diikuti oleh ulama lain ketika memberikan kometar terhadap Ibn Majah seperti Ibn Hajar al-Asqalani, al-Mizzi, dan al-Zahabi. Mereka menilai berdasarkan komentar Abi Zur’ah yang mengatakan bahwa kitab ini telah berada di antara orang banyak niscaya mereka akan beristirahat untuk membacanya. Mereka juga memuji ter­hadap sosok pengarangnya, Ibn Majah yang dinilai seorang yang hafiz dan mempunyai pengetahuan yang luas. Disamping itu, adanya hadis-hadis lain yang tidak ditemukan di dalam kitab hadis sebelumnya (kutub d-khamsah) yang disebut dengan istilah zawa’id. para ulama sebelum abad 6 belum memasukkannya kedalam Buku Induk Hadits Enam (Ummahat Al-Kutub As-Sittah). Para ulama mendahulukan Sunan Ibn Majah dari pada Al-Muaththa’ dalam gabungan Buku Induk Hadits Enam tersebut, karena didalamnya terdapat beberapa hadits yang tidak didapati dalam kitab lima, dan didapatkan lebih banyak dari Al-Muwaththa’, bukan berarti ia lebih unggul dari Al-Muwaththa.

D.    Biografi Imam Abu Daud
Nama lengkap Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman Bin al-Asy’as Bin Ishaq Al-Azdy al-Sijistaniy. Ia dilahirkan pada 202 H di Sijistani Suatu kota di Basrah. Sebagai ulama Mutaqaddimin yang produktif, beliau selalu memanfaatkan waktunya untuk menuntut ilmu dan beribadah. Namun sangat disayangkan, informasi kehidupan Abu Dawud di masa kecil sangat sedikit. Sedangkan masa dewasanya banyak riwayat yang mengatakan bahwa beliau termasuk ulama Hadits yang terkenal. Abu Dawud terlahir di tengah keluarga yang agamis. Mengawali intelektualitasnya, ia mempelajari al-Qur’an dan literatur (bahasa) Arab serta sejumlah materi lainnya sebelum mempelajari Hadits, sebagaimana tradisi masyarakat saat itu. Dalam usianya kurang lebih dua puluh tahun, ia telah berkelana ke Baghdad. Setelah dewasa, beliau melakukan rihlah dengan intensif untuk mempelajari Hadits. Ia melakukan perjalanan ke Hijaz, Syam, Irak, Jazirah Arab dan Khurasan untuk bertemu ulama-ulama Hadits.3 Pengembaraannya ini menunjang Abu Dawud mendapatkan Hadits sebanyak-banyaknya untuk dijadikan referensi dalam penyusunan kitab sunahnya. Pola hidup sederhana tercermin dalam kehidupannya. Hal ini terlihat dari cara berpakaiannya, yaitu salah satu lengan bajunya lebar dan satunya lagi sempit. Menurutnya, lengan yang ini (lebar) untuk membawa kitab sedang yang satunya tidak diperlukan, kalau lebar berarti pemborosan. Maka tidak heran jika banyak ulama yang semasanya atau sesudahnya memberikan gelar Zaid (mampu meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi) dan Wara’ (teguh atau tegar dalam mensikapi kehidupan). Abu Dawud berhasil meraih reputasi tinggi dalam hidupnya di basrah, setelah basrah mengalami kegersangan ilmu pasca serbuan Zarji pada tahun 257 H. gubernur basrah pada waktu itu mengunjungi Abu Dawud di Baghdad untuk meminta Abu Dawud pindah ke Basrah. Diriwayatkan oleh al-Kahttabi dari Abdillah bin Muhammad al-Miski dari Abu Bakar bin Jabir (pembantu Abu Dawud), dia berkata: “Bahwa Amir Abu Ahmad al-Muffaq minta untuk bertemu Abu Dawud, lalu Abu Dawud bertanya: “Apa yang mendorong amir ke sini?”, Amir menjadi: “Hendaknya anda mengajarkan Sunan kepada anakanakmu”. Yang kedua tanya Abu Dawud, Amir menjawab: “Hendaknya anda membuat majlis tersendiri untuk mengajarkan Hadits kepada keluarga khalifah, sebab mereka enggan duduk bersama orang umum”. Abu Dawud menjawab: “Permintaan kedua tidak bisa aku kabulkan, sebab derajat manusia itu baik pejabat terhormat maupun rakyat jelata, dalam menuntut ilmu dipandang sama”. Ibnu Jabir berkata: “Sejak itulah putera-putera khalifah menghadiri majlis ta’lim, duduk bersama orang umum dan diberi tirai pemisah.” Atas permintaan Gubernur Abu Ahmad tersebut, maka Abu Dawudpindah ke Basrah dan menetap di sana hingga wafat. Pada tahun 275 H Abu Dawud al-Sijistaniy menghembuskan nafas terakhirnya dalam usia 73 tahun atau tepatnya pada tanggal 16 syawal 275 H di Basrah.6 Di antara karya-karya yang dihasilkan Abu Dawud adalah:7 a. Al-Marasil, kitab ini merupakan kumpulan Hadits-hadits mursal (gugur perawinya), yang disusun secara tematik, adapun jumlah haditsnya adalah 6000 Hadits Dari karya-karya tersebut di atas, yang paling populer adalah kitab sunan Abu Dawud. Menurut riwayat Abu Ali bin Ahmad bin ‘Amr Al-Lu’lui Al-Basri, seorang ulama’ Hadits mengatakan: ‘Hadits telah dilunakkan Abu Dawud, sebagaimana besi telah dilunakkan Nabi Daud”. Ungkapan tersebut adalah perumpamaan bagi seorang ahli Hadits, yang telah mempermudah yang rumit dan mendekatkan yang jauh, serta memudahkan yang sukar. Di kalangan kritikus Hadits, Abu Dawud mendapatkan penilaian.
a)      Musa bin Harun berkata: bahwa Abu Dawud diciptakan di dunia untuk Hadits dan di akhirat untuk surga. “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih utama dari dia.”
b)      Abu Halim bin Hibban menyatakan bahwa Abu Dawud adalah seorang imam dunia dalam bidang fiqh, ilmu, hafalan, dan ibadah. Beliau telah mengumpulkan Hadits-hadits dan tegak mempertahankan sunnah.
c)      Al-Hakim mengatakan bahwa Abu Dawud adalah imam ahli Hadits pada zamannya, tidak ada yang menyamainya.
d)     Maslahah bin Qasim mengatakan bahwa Abu Dawud adalah sigah, seorang zahid, mempunyai ilmu pengetahuan tentang Hadits, seorang Imam pada zamannya.
e)      Ahmad bin Muhammad bin Yasin al-Harawi menyatakan bahwa Abu
E.     Metode Penyusunan Kitab Sunan Abu Dawud
Kitab Sunan menurut para ahli Hadits adalah kitab Hadits yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh, Kitab Sunan ini hanya memuat Haditshadits marfu’, tidak memuat Hadits manqut atau maqtu’, sebab dua macam Hadits terakhir Hadits ini disebut sunnah, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan moralitas,sejarah, dan zuhud. Sebagaimana pernyataan Al-Khatani dalam kitab Ar-Risalah Al-Mustatrafah: “Diantara kitab-kitab Hadits adalah kitab-kitab Sunan yaitu kitab Hadits yang disusun menurut bab-bab fiqh, mula-mula dari bab thaharah, shalat, zakat, dan sebagainya, dan di dalamnya tidak terdapat Hadits mauquf, karena Hadits ini tidak disebut sebagai sunnah, namun hanya disebut sebagai Hadits. Metode yang dipakai oleh Abu Dawud berbeda dengan metode yang dipakai oleh ulama-ulama sebelumnya, seperti Imam Ahmad bin Hanbal yang menyusun kitab musnad dan Imam Bukhari dan Muslim yang menyusun kitabnya dengan hanya membatasi pada Hadits-hadits yang shahih saja. Adapun Abu Dawud menyusun kitabnya dengan mengumpulkan Hadits-hadits yang berkaitan dengan hukum (Fiqh), dan dalam menyusunnya berdasarkan urutan bab-bab fiqh. Hadits-hadits yang berkenaan dengan fada’il al-Amal (keutamaan-keutamaan amal). Dan kisah-kisah tidak dimasukkan dalam kitabnya.
2. Sistematika Penyusunan Kitab
Dalam Sunan Abu Dawud, ia membagi haditsnya dalam beberapa
kitab, dan setiap kitab dibagi menjadi beberapa bab. Adapun perinciannya
adalah 35 kitab, 1871 bab, serta 4800 Hadits. Tetapi menurut Muhammad Muhyudin Abdul Hamid, jumlanya sebanyak 5274 Hadits. Perbedaan perhitungan tersebut tidak aneh, karena Abu Dawud sering mencantumkan
sebuah Hadits di tempat yang berbeda, hal ini dilakukan karena untuk menjelaskan suatu hukum dari Hadits tersebut, dan di samping itu untuk
memperbanyak jalur sanad.

F.     Guru-guru dan murid Imam Abu Daud
Ø  Guru-guru beliau
Diantara  guru beliau yang terdapat di dalam sunannya adalah;
1. Ahmad bin Muhammmad bin Hanbal as Syaibani al Bagdadi
2. Yahya bin Ma’in Abu Zakariya
3. Ishaq binIbrahin  bin Rahuyah abu ya’qub al Hanzhali
4. Utsman bin Muhammad bin abi Syaibah abu al Hasan al Abasi al Kufi.
5. Muslim bin Ibrahim al Azdi
6. Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab al Qa’nabi al  Harits  al Madani
7. Musaddad bin Musarhad bin Musarbal
8. Musa bin Ismail at Tamimi.
9. Muhammad bin Basar.
10. Zuhair bin Harbi (Abu Khaitsamah)
11. Umar bin Khaththab as Sijistani.
12. Ali bin Al Madini
13. Ash  Shalih abu sarri (Hannad bin sarri).
14. Qutaibah bin Sa’id bin  Jamil al Baghlani
15. Muhammad bin Yahya Adz  Dzuhli
Dan masih banyak yang lainnya .
Ø  Murid-murid beliau
                               
Diantara murid-murid beliau, antara lain;
1. Imam Abu  ‘Isa at Tirmidzi
2. Imam Nasa’i
3. Abu Ubaid Al Ajuri
4. Abu Thayyib Ahmad bin Ibrahim Al Baghdadi  (Perawi sunan Abi Daud dari beliau).
5. Abu ‘Amru Ahmad bin Ali Al Bashri (perawi  kitab sunan dari beliau).
6. Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Al Khallal Al  Faqih.
7. Isma’il bin Muhammad Ash Shafar.
8. Abu Bakr bin Abi Daud (anak beliau).
9. Zakaria bin Yahya As Saaji.
10. Abu Bakar bin Abi Dunya.
11. Ahmad bin Sulaiman An Najjar (perawi kitab  Nasikh wal Mansukh dari beliau).
12. Ali bin Hasan bin Al ‘Abd Al Anshari (perawi  sunsn dari beliau).
13. Muhammad bin Bakr bin Daasah At Tammaar (perawi  sunan dari beliau).
14. Abu ‘Ali Muhammad bin Ahmad Al Lu’lu’i (perawi  sunan dari beliau).
15. Muhammad bin Ahmad bin Ya’qub Al Matutsi Al  Bashri (perawi kitab Al Qadar dari beliau).

G.    Nama Kitab dan Bab Hadits
1.      Kitab Al-Thaharah 143 390
2.      Kitab Al-Salat 367 1165
3.       Kitab Al-Zakat 47 145
4.      Kitab Al-Luqatah – 20
5.      Kitab Al-Manasik 98 325
6.      Kitab Al-Nikah 50 129
7.       Kitab Al-Talak 50 138
8.       Kitab Al-Shaum 81 164
9.      Kitab Al-Jihad 182 311
10.   Kitab Al-Dahaya 20 56
11.   Kitab Al-Said 4 18
12.   Kitab Al-Wasaya 17 23
13.  Kitab Al-Fara’id 17 43
14.   Kitab Al-Kharaj Wa Al-Imarah 40 16
15.   Kitab Al-Janaiz 84 153
16.   Kitab Al-Aiman Wa Al-Nuzur 32 84
17.   Kitab Al-Buyu Wa Al-Ijarah 92 243
18.   Kitab Al-Aqdiyah 30 70
19.   Kitab Al-‘Ilm 13 28
20.  Kitab Al-Asyribah 22 67
21.  Kitab Al-At’itmah 55 119
22.  KitabAl-Tib 24 7
23.  Kitab Al-Atqu 15 43
24.  Kitab Al-Huruf Wa Al-Iqra – 40
25.   Kitab Al-Hamam 3 11
26.   Kitab Al-Libas 47 139
27.   Kitab Al-Tarajul 21 55
28.  Kitab Al-Khatam 8 26
29.   Kitab Al-Fitan 7 39
30.   Kitab Al-Mahdi – 12
31.   Kitab Al-Malahin 18 60
32.  Kitab Al-Huddun 40 143
33.  Kitab Al-Diyat 32 102
34.  Kitab Al-Sunnah 32 177
35.  Kitab Al-Adab 108 502

Dari pembagian-pembagian itu kita tersebut bahwa Sunan Abu Dawud hanyalah kumpulan Hadits-hadits hukum, kecuali pada beberapa Hadits seperti terdapat pada kitab Ilmu Adab. Beliau juga menghindari khabar-khabar, kisah-kisah dan mau’idah. Beberapa hal yang patut digaris bawahi dari sestematika kitab ini adalah: 1) Kitab menikah dan talaq ditempatkan di tengah-tengah ibadah. 2) Luqatah ditempatkan setelah zakat, karena samasama masalah harta. 3) Kitab Janaiz di pisahkan dari shalat, karena ada juga kaitannya dengan harta. 4) Kitab Al-Hammam ditempatkan tersendiri, sekalipun dapat digolongkan dengan kitab Al-Libas. 5) Kitab al-tarajul dibuat tersendiri, juga Al-Khatam, sekalipun dapat ditepatkan. 6) Kitab Al-Mahdi dibuat tersendiri, juga Al-Malahin sekalipun ditempatkan di Kitab Al-Fitan

H.    Hadits Tentang Status Anak Zina dari Abu Dawud

Hadits Tentang Status Anak Zina dari Abu Dawud No. Indeks 2270

حَدََثنَا سَعِيْدُ بْنُ مَنْصُوْرُ وَمُسَدَّدُ َقاَلا: َاخْبَرَنَا سُفْيَا ُ ن عَنْ الزُهْرِي عَنْ عُرْوَْة عَنْ عَائِشََة اِخْتَصَمَ سَعِيْدُ
َأنِي وََقاسْ وَعَبْدُبْنُ زُمْعَ ْ ة إَِلى رَسُوْلُ اللهِ صََلى اللهُ عََليْهِ وَسَلَّمَ فِي اِبْن َأمَةِ زُمْعَ ْ ة. فَقَا َ ل سَعْدُ َاوْصَانِي
َاخِى عُتْبِ ْ ة إِ َ ذا َقدَمْتُ مَكََّة َأ ْ ن َانْ َ ظرَإَِلى ابْنِ َامَةِ زُمْعَ ْ ة َفَاقْبِضْهُ َفإِنَهُ اِبْنُهُ وَقَا َ ل عَبْدُ بْنُ زُمْعََة َأخِى ابْنِ َأمَةِ
َأبِى، وََلدُ عََلى فِرَاشِ َأبِى، َفرََاى رَسُو ُ ل اللهِ صَلَّى اللهُ عََليْهِ وَسَلَّمَ شَبَهًا بَيِّنًا بِعُتْبَ ْ ة: فَقَا َ ل َلكَ الْوََلدُ
لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرُ الْحَجَرُ وَاحْتَجِبْنِى مِنْهُ.
“Telah bercerita kepada kami Sa’id bin Mansur dan Musaddad, keduanya berkata: “Telah bercita kepada kami Sufyan, dari Zuhri, dari Urwah, dari ‘Aisyah” Sa’dun bin Abi Waqas dan Abd bin Zam’ah mengaku kepada Rasulullah Saw tentang anak budaknya Zam’ah. Sa’dus mengatakan “Saudaraku ‘Utbah telah berpesan kepadaku, apabila aku mengunjungi Makkah maka hendaklah aku menengok anak dari budaknya Zam’ah,” (kata saudarau ‘Utbah) terimalah dia”, karena sesungguhnya dia adalah anaknya ‘Utbah. Dan Abd bin Zum’ah berkata “Ia saudaraku anak dari budak Bapakku, ia dilahirkan di atas peraduan (firasy) Bapakku”, maka Rasulullah
Saw melihat anak itu dan anak itu memang mirip sekali dengan ‘Utbah tetapi Rasulullah bersabda: “Anak adalah milik dari firasynya, dan yang berzina harus dirajam, maka rahasiakan hal.

I.       Kelebihan dan Kekurangan kitab imam abu daud
Di antara pandangan positif para ulama terhadap Sunan Abu Daud tersebut adalah seperti berikut :
·         Al-Khattabi berkata : “Ketahuilah, kitab Sunan Abu Daud adalah sebuah kitab yang mulia yang belum pernah disusun oleh sesuatu kitab yang lain yang menerangkan hadis-hadis hukum sepertinya. Para ulama menerima baik kitab sunan tersebut, kerana ianya menjadi hakim antara ulama dan para fuqaha’ yang berlainan mazhab. Kitab itu menjadi pegangan ulama Irak, Mesir, Moroko, dan negeri lain”.
·         Ibnu Qayyim al-Jauziyah, menyatakan bahawa : “Kitab Sunan Abu Daud memiliki kedudukan tinggi dalam dunia Islam dan pemberi keputusan bagi perselisihan pendapat. Kepada kitab itulah oarang-orang jujur mengharapkan keputusan. Mereka merasa puas atas keputusan dari kitab itu. Abu Daud telah menghimpun segala macam hadis hukum dan menyusunnya dengan sistematik yang baik dan indah, serta membuang hadis yang lemah”.
·         Ibnu al-‘Arabi, mengatakan: “Apabila seseorang sudah memiliki kitabullah dan kitab Sunan Abu Daud, maka tidak lagi memerlukan kitab yang lain”.
·         Imam al-Ghazali berkata: “Kitab Sunan Abu Daud sudah cukup bagi para mujtahid untuk mengetahui hadis-hadis hukum”.
Di samping ulama-ulama tersebut yang memberikan penilaian baik atas kelebihan kitab Sunan Abu Daud, ada juga ulama hadis yang mengkritik kelemahan yang terdapat di dalam kitab Sunan Abu Daud tesebut. Di antara para ulama yang mengkritik itu adalah seperti Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam al-Nawawi dan Ibnu Taimiyah. Kritikan tersebut meliputi:
·         Tidak adanya penjelasan tentang kualiti sesuatu hadis dan kualiti sanad (sumber, silsilah dalam hadisnya). Sementara yang lainnya disertai dengan penjelasan.
·         Adanya kemiripan Abu Daud dengan Imam Hambali dalam hal bertoleransi terhadap hadis yang dha’if yang mana sebilangan kalangan ulama yang lain menilai hadis tersebut sebagai dha’if.[1] 
·         Kritik juga dilakukan oleh Ibnu al-Jauzi, seorang tokoh ahli hadis bermazhab Hambali yang telah melakukan penelitian terhadap kitab Sunan Abu Daud, dan beliau menemukan hadis yang maudhu’ (palsu) sebanyak sembilan hadis. Namun kritikan tesebut telah dibahas kembali oleh Jalaluddin al-Suyuti dalam kitabnya al-la’ali al-Masnu’ah fi Ahadis al-Maudhu’ah dan Ali bin Muhammad bin Iraq al-Kunani di dalam kitabnya Tanjih al-Syari’ah al-Maudhu’ah. Dalam kitab tersebut dijelaskan kembali hadis-hadis yang dikritik oleh Ibnu al-Jauzi.[1]

















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Nama lengkapnya adalah abu Abdullah Muhammad bin Yazid Al-Qazwini, lahir di  Qazwin salah satu kota di Iran pada tahun 207 H/824 M. Ibnu Majah hidup pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah yakni pada masa pemerintahan Khalifah al-Makmun (198 H/813 M) sampai akhir pemerintahan Khalifah al-Muqtadir (295 H/908 M). Beliau meninggal dalam 74 tahun, usia tepat­nya pada hari Selasa tanggal 22 Ramadan tahun 273 H.
Ulama menduga bahwa kitab hadis yang dikarang Ibnu Majah disusun berdasarkan masalah hukum. Di samping itu, ia memasukkan masalah-masalah lain seperti zuhud, tafsir dan sebagainya. Kadang-kadang, hadis yang disebut ada yang hadis mursal dengan tidak menyebut periwayat di tingkat pertama, sahabat.
Muhammad Fuad Abd al-Baqi menunjukkan bahwa terdapat 4341 hadis dengan perincian 3002 hadis yang dikeluarkan sama dengan lima kitab lainnya dan 1339 hadis yang masuk dalam kategori zawa’id dan tidak ada dalam lima kitab hadis sebelumnya. Dari hadis-hadis zawaid tersebut dapat diklasifikasi sebagai berikut: 428 hadis diriwayatkan oleh periwayat yang dapat dipercaya dan sahih sanadnya, 199 hadis sanadnya bernilai hasan, 613 mempunyai sanad yang da’if, 99 hadis me­miliki sanad yang lemah, munkar dan didustakan.














Daftar Pustaka


M. Faith Surya Dilaga, Studi Kitab Hadits,Yogyakarta: Teras, 2003.
Muhammad ‘Ajajj al-Khatib, Ushul al-Hadits: ‘Ilmuhu wa Musthalahuhu,Damaskus: Daral-Fikri, 1975.
Mudasir, Ilmu Hadits,Bandung: Pusaka Setia, 1999.
Mustafa Azami, Ilmu Hadits, 143
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieq, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang:
Pusaka Rieky Putra, 1998),

Tidak ada komentar:

Posting Komentar